Membajak Sawah Konvensional Dengan Tenaga Sapi
Panasnya terik mentari tidak menghalangi Kamijan, 60, serta dua orang-orang kawan yakni Narto, 50, serta Wagiyo, 55, untuk terus membajak ladang milik Wahyudi, warga Dusun Ngepoh, Desa Banjarejo, Tanjungsari.
Berbekal enam ekor sapi serta tiga alat pembajak, mereka dengan teliti melalui tiap jengkal tanah yg ada.
Sesekali Kamijan mencambuk sapi itu serta mengumam “heerr ckckck her” untuk memperlihatkan isyarat terhadap sapi-sapi supaya berbelok alias lebih cepat menyelesaikan pekerjaan.
Harapannya, terus cepat membajak di satu lahan, maka penghasilan dari sang pemilik lahan lebih cepat dipegang.
Namun, tidak semacam memakai mesin traktor, membajak ladang alias sawah memakai sapi wajib lebih berhati-hati.
Pasalnya, binatang itu juga mempunyai perasaan semacam manusia. Salah dalam penanganan, sapi dapat ngambek serta tidak mau diajak bekerja.
Saat keadaan itu terjadi, ada baiknya sapi-sapi diistirahatkan terlebih dahulu, sampai keadaanya menjadi damai kembali. Ya, layaknya manusialah apabila capek memperlukan istirahat cukup.
Persis semacam manusia, ketika istirahat sapi juga wajib diberi makan supaya tenaganya pulih.
“Asal tidak menghantam batu, mau dipaksa semacam apa sempurna akan jalan terus. Tapi, terbukti wajib pandai-pandai mengambil hati sapi. Kalau hanya asal paksa jangan harap sapi mau bekerja,” kata Kamijan ditemui belum lama ini.
Tapi Kamijan tidak sempat khawatir. Dia merasa telah mahir menghadapi sapi. Hanya dengan menonton gerak-gerik tubuhnya saja, telah dapat kelihatan bagaimana kondisi sapi.
“Yang terang ketika telah ada tanda-tanda berbeda, saya pribadi istirahat. Supaya sapi kembali tenang,” paparnya.
Menurut Kamijan, walau makin terdesak dengan ekspansi traktor, membajak memakai tenaga sapi terus dilakukan. Kamijan tidak merasa tersaingi dengan mesin-mesin itu.
Sebab, tidak hanya rezeki telah ada yg mengatur, membajak dengan sapi mempunyai kunggulan sendiri.
“Masih saja ada yg meminta membajak. Biasanya, pemilik traktor hanya mau menggarap lahan yg mudah dijangkau, khususnya di pinggir jalan, sedang di daerah yg susah mereka tidak jarang menolak,” paparnya.
Bekerja dengan tutorial tim juga membikin pekerjaan membajak cepat selesai. Selama setengah hari, Kamijan serta kawan -teman telah berakhir mengerjakan berbagai ladang. Sementara dirinya memperoleh order empat petak lahan milik Wahyudi.
Sementara itu, Narto, kawan Kamijan mengatakan, dirinya tidak menetapkan tarif khusus. Dalam sehari, biasanya memeroleh pendapatan Rp900.000. Hasil tersebut nantinya dibagi rata untuk tiga orang.
“Hasil tidak pasti, kadang per lahan ada yg ngasih Rp100.000, kadang juga ada yg mengasih lebih,” kata Narto.
Pertimbangan untuk tidak mematok tarif khusus sebab kebutuhan pakan telah disediakan pemilik lahan. Jadi pekerja hanya mengangkat sapi lengkap serta alat membajak.
“Dalam perjanjian awal terbukti pemilik lahan akan menyediakan pakan untuk sapi. Jadi, berapa pun imbalan yg diberikan akan kami terima dengan bahagia hati,” katanya.
Seorang pemilik lahan, Wahyudi mengatakan, tidak ada perbedaan mencolok antara yg akan terjadi membajak memakai traktor alias sapi. Hanya, membajak memakai sapi jangkauannya lebih luas, sebab sapi dapat dibawa ke tempat yg cukup sulit.
“Kalau memakai traktor kan jangkauan terbatas, biasanya pemilik traktor hanya mau menggarap lahan yg jalan masuk jalannya mudah. Contohnya, di daerah saya yg naik turun ini, belum sempurna mau menggarap. Jadi, saya putuskan membajak dengan sapi,” paparnya.
Dia mengaku untuk menggarap empat bidang tanah, wajib merogoh kantong Rp400.000. Harga yg tidak beda jauh dengan harga menyewa traktor.
“Cuma bedanya, kalau memakai sapi ditentukan dengan bidang tanah yg digarap. Sedangkan memakai traktor, bayaran dihitung per jam,” ungkapnya.
0 Response to "Membajak Sawah Konvensional Dengan Tenaga Sapi"
Post a Comment