Bangkitnya Permakultur Perkebunan di Bali

Bangkitnya Permakultur Perkebunan di Bali

Bali mempunyai masa depan yg cerah sebagai tujuan surganya ‘panganan hijau’, suatu sentra dari pertanian pilihan yg mampu menjadi acuan untuk keberlanjutan pangan leluasa kimia, riset yg memperlihatkan berkembangnya permakultur tropis dan gerakan pertanian organik di Pulau Dewata ini – inilah yg akan terjadi bincang-bincang dengan seorang geografis pangan, Pierre Delsaut.


Bangkitnya Permakultur Perkebunan di Bali

Perkebunan di Bali: Kesempatan yg baik untuk memulihkan diri dari akibat sistem pangan industrial; Photo: P Delsaut

“Tumbuhnya Gerakan Organik Akar-Rumput”

Penelitian lapangan mengenai lanskap pertanian seluruh Bali – terhadap hambatan dan juga batasan adat yg wajib dihadapi oleh petani Bali demi lepas dari siklus [kejam] produksi pangan memakai kimia – memperlihatkan bahwa pertanian dengan cara tradisional di Bali belum berpindah terlalu jauh dari asal muasal organiknya, menurut geografis pangan dari University of Paris – Sorbonne, Pierre Delsaut.

“Ekosistem Pulau Bali [masih] mempunyai peluang yg baik untuk mampu pulih dari dampan sistem perindustrian pangan modern,” ungkap Delsaut dalam tahapan akhir riset tesisnya di tahun 2016.

Motivasi dari produsen di Bali dan organisasi non-pemerintah yg melatih para petani dengan produksi pangan dengan cara permakultur terus cepat bertumbuh menjadi jaringan yg kuat antar sesama gerakan organik akar rumput di Bali, Flores, Lombok, dan pulau-pulau lainya di seluruh Indonesia.

“Permakultur merupakan sistem alamiah yg tergolong mendaur ulang sampah, sehingga akan mampu sangat menolong membikin ‘Bali Hijau’ menjadi kenyataan, kata Delsaut”.

“Petani mampu menonton batasan dari pertanian modern kini – penggunaan benih rekayasa genetic dan kimia yg mereka tak mampu beli”.

Mengamati praktik produksi pangan dengan cara tradisional di Bali sembari berbasis di markas besar pelatihan permakultur Yayasan IDEP yg terletak di pinggir Sungai Petanu di Gianyar, peneliti dari Perancis ini memakai data-data pengengembangan yg lumayan luas dan perpustakaan IDEP sambil fokus melakukan wawancara dengan para petani Bali mengembangkan alat untuk saling bertukar adat membagikan ilmu dan temuan-temuannya terhadap jejaring produsen pangan organik.

“Masyarakat mengharapkan pulau yg hijau”

Minat yg besar: Petani di Bali sangat tertarik untuk belajar permakultur dan produksi organik; Foto: P Desault

Survey dilakukan terhadap 100 petani di penjuru Pulau Bali selagi 6 bulan, yg akan terjadi penelitian tersebut memperlihatkan bahwa petani-petani tersebut benar-benar tertarik untuk belajar mengenai permakultur dan produksi pangan organik, mulai dari metode pengomposan sampai pengendalian hama, ataupun kembali mempraktikan pertanian pangan Bali dengan tutorial bertani tradisional menanam padi, sayur-mayur, buah-buahan, dan herbal.

“Masyarakat mengharapkan pulau yg hijau – keadaan yg pas untuk masa depan yg sehat bagi pertanian permakultur, dan kini peran-peran yg terkonsentrasi mulai bergerak – LSM dan pemasok dari perusahaan mikro, sebab permintaan wisatawan dan pasar organik di Ubud yg lumayan aktif.”

Berasal dari wilayah pertanian di Normandy, Delsaut, 25, lahir di keluarga penggemar makanan dan pemilik restoran, dan kini ayahnya yg sangat tertarik dengan berkebun sedang bermukim di Bali. Adalah koneksi keluarga dan minat mereka yg membikin Delsaut menonton ada jalan untuk melakukan riset terhadap adat pangan di pertanian Bali, yg sebelumnya dirinya telah menyaksikan adanya batasan-batasan bagi pertanian organik masal di Perancis.

“Supermarket yg besar kini menjual tak sedikit sekali yg akan terjadi produk organik monokultur – mungkin hanya 50-60% merupakan benar-benar organik, tak baik untuk bumi – sehingga saya mencoba untuk mencari faktor yg lebih baik dari menjadi organik, dan saya menemukan permakultur,” ungkapnya.

“Pembelajaran”

Pelajaran Yang Besar: “Tidak akan dilupakan sepanjang masa”; Foto: IDEP

Salah satu pembelajaran terbesar, ketika berbasis di IDEP [selama masa studi literature], merupakan ketika melakukan penyimpanan benih – faktanya, peneliti belajar tak sedikit ketika melakukan penyimbanan benih cabai, dijelaskan oleh Delsaut, dirinya ‘tidak akan melupakan faktor tersebut dalam jangka waktu yg panjang’.

“Saat itu kami memanen biji cabai untuk dipilah dan dikeringkan, disimpan untuk dibagikan ke petani kembali – dan tangan saya, terbakar sampai keesokan harinya – telah saya cuci tangan saya sepuluh kali, tak hilang – sehingga saya akhirnya memutuskan untuk menantikan hilang sendiri,” dijelaskannya sembari tersenyum geli, tak sadar bahwa obat untuk faktor tersebut terdapat di kebun permakultur IDEP: tahap dalam dari pengecap buaya yg dengan cara natural meringankan iritasi pada kulit.

Berkembangnya minat dunia luas terhadap pertanian berkelanjutan memikat tak sedikit periset internasional bertandang ke daerah semacam Bali dimana tak sedikit pakar lokal yg memprakarsai bangkitnya pertanian organik tradisional, menyimpan benih lokal warisan dan alangkah prinsip ekologis permakultur berlangsung dengan baik di sistem yg semi-tertutup, terlebih di pulau yg kecil.

“Orang-orang permakultur paham bahwa tak mampu melakukan permakultur dalam skala besar ketika konteksnya merupakan dalam adat politik lokal - sehingga, gerakan ini wajib dimulai dari kelompok akar rumput dan menyebar tanpa campur tangan politik, yg cenderung mengarah terhadap pertanian skala besar”.

“Siklus Ekonomi Hijau”

‘Memberikan Kembali’: Mengelola korelasi dari benih, menanam di bumi untuk panganan organik; Foto: P Delsaut

Sebagai LSM akar rumput, Yayasan IDEP mempraktikan siklus ekonomi hijau sebagai alat untuk penggalangan dana bagi acara pelatihan petani guna mengembangkan jaringan permakultur – dengan menjual benih lokal organik Bali khusus untuk sayuran dan herba.

Di dikala pengembangan jejaring bank benih berputar dan memperlukan waktu untuk membuatkan akar dan menghasilkan buahnya – pada akhirnya untuk menunjukkan benih ke bank koperasi – IDEP juga melakukan pelatihandan konsultansi dengan cara profesional di bidang permakultur dan kesiapsiagaan bencana untuk kelompok-kelompok perusahaan, managerial hotel, dan juga kelompok-kelompok yg didanai dan murid-murid dengan cara individual yg tertarik untuk belajar menciptakan masa depan yg hijau, bersih, dan berkeberlanjutan.

Semua proses ini pastinya dikotribusikan untuk membiayai pembangunan jaringan baru, menanam di bumi untuk menumbuhkan pangan organik yg segar untuk masyarakat yg lebih sehat dan planet yg lebih bersih.

Oleh: Kerrie Hall
Kunjungi: IDEP in Bali – Garden Day, every Friday, 9-11am – Kemenuh village, near Ubud
Temukan: IDEP - http://www.idepfoundation.org/id/contact-idep
Beli: IDEP organic seeds: http://www.idepfoundation.org/id/how-you-can-help/buy-seeds
Simak: IDEP training: http://www.idepfoundation.org/id/what-we-do/training

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Bangkitnya Permakultur Perkebunan di Bali"

Post a Comment